Jumat, 05 November 2010

Keseriusan Pemerintah Obama Menangani Autisme

Sesuai dengan janji kampanyenya, Presiden Amerika Serikat Barrack Obama, meminta US $ 211 juta sebagai bagian dari anggaran Depertemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan (U.S. Department of Health & Human Services) untuk penelitian autisme dan pelayanan. Diharapkan, sebagian besar penelitian diarahkan terhadap penelitian lingkungan, termasuk kemungkinan membuat vaksin penyebabnya, dan untuk perawatan.

Memang pernah ada penelitian yang mengidentifikasi autisme disebabkan faktor genetik oleh Teresa Binstock pada tahun 1999 telah mengabaikan komponen lingkungan dari penyebab autisme yang dirujuk pada beberapa kesempatan oleh Simon Baron Cohen. Gagasan bahwa kondisi kompleks ini sepenuhnya genetik tidak pernah berdasarkan bukti.

Sejak mengambil alih kepresidenan awal Januari lalu, penyandang cacat dan gangguan lainnya telah menjadi prioritas penting dalam agenda presiden. Cukup beralasan memang jika Obama meminta dana untuk penanganan autisme di AS meningkat, pasalnya pada tahun 2006 rata-rata 1 dari 110 anak di AS memiliki Autism Spectrum Disorders (ASD). Hal ini dilaporkan terjadi pada semua kelompok ras, etnis, dan sosial-ekonomi, namun berada pada rata-rata 4 -5 kali lebih mungkin terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.

Jika 4 juta anak lahir di Amerika Serikat setiap tahunnya, berarti sekitar 36.500 anak-anak akan didiagnosa dengan ASD. Dengan asumsi tingkat prevalensi telah tetap selama dua dekade terakhir, dapat diperkirakan bahwa sekitar 730 ribu orang antara usia 0 -21 tahun memiliki ASD.

Studi di Asia, Eropa dan Amerika Utara telah mengidentifikasi individu dengan ASD dengan perkiraan prevalensi 0.6 persen menjadi lebih dari 1 persen, dan sekitar 13 persen anak memiliki cacat perkembangan, mulai dari ringan seperti gangguan bicara dan bahasa hingga serius seperti cacat intelektual, cerebral palsy, dan autisme.

Faktor Risiko dan Karakteristik
Berdasarkan penelitian telah menunjukkan bahwa dikalangan kembar identik, jika seorang anak memiliki ASD, kemudian yang lain akan terpengaruh 60-96%. Pada kembar non-identik, jika seorang anak memiliki ASD, kemudian yang lain dipengaruhi sekitar 0-24%. Begitu pula, orang tua yang memiliki anak dengan ASD punya kesempatan 2% -8% dari memiliki anak kedua yang juga terpengaruh.

Diperkirakan bahwa sekitar 10% anak dengan ASD memiliki genetik diidentifikasi, neurologis atau gangguan metabolisme, seperti Down Syndrome. Ketika kita belajar lebih banyak tentang genetika, jumlah anak dengan ASD dan kondisi genetik diidentifikasi kemungkinan akan meningkat. Sebuah laporan yang diterbitkan oleh CDC pada tahun 2009, menunjukkan bahwa 30-51% (41% ratarata) dari anak-anak yang memiliki ASD juga memiliki Cacat Intelektual (intelligence quotient <= 70).



Biaya Ekonomi

Penelitian terbaru di AS, memperkirakan bahwa biaya seumur hidup untuk merawat seorang individu dengan ASD adalah $ 3,2 juta.

Meskipun autisme biasanya dianggap sebagai gangguan dari masa kanak-kanak, biaya dapat dirasakan semakin berat ketika anak beranjak dewasa. Biaya besar yang dihasilkan dari layanan dewasa dan kehilangan produktivitas baik si individu dengan autisme dan orang tua mereka, memiliki implikasi penting bagi para anggota umur generasi ledakan bayi mendekati pensiun, termasuk beban keuangan yang besar mempengaruhi tidak hanya keluarga tetapi juga berpotensi masyarakat pada umumnya. Hasil ini mungkin berarti bahwa dokter dan profesional kesehatan lainnya harus mempertimbangkan untuk merekomendasikan orang tua dari anak autis untuk mencari konseling keuangan dalam membantu merencanakan transisi ke dewasa.

Memang, autisme adalah gangguan kesehatan yang sangat mahal. Di AS biayanya mencapai US $ 35 miliar biaya langsung (baik medis dan nonmedis) dan biaya tidak langsung untuk merawat semua individu yang didiagnosis setiap tahun selama hidupnya. Biaya finansial dan non finansial yang hadapi dan pilihan semakin lebih diberikan untuk pengobatan dan mungkin untuk pencegahan, informasi mengenai distribusi biaya yang dibutuhkan untuk membantu memutuskan cara terbaik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mendukung individu dengan autisme dan keluarga mereka.

Dan di Indonesia belum terlihat keseriusan pemerintah dalam menangani persoalan anak berkebutuhan khusus, terutama dalam penelitian dan perawatan bagi mereka.
(dari berbagai sumber)

Hikmah Dibalik Peristiwa


Oleh : Dedi Ekadibrata
Penggagas Majalah & Koran Anak Spesial

Bangsa Indonesia kembali menangis. Bencana datang silih berganti, banjir besar di Pulau Wasior, Tsunami di Pulau Mentawai, Gunung Merapi meletus di Jogyakarta. Banyak saudara-saudara kita menjadi korban, baik yang meninggal maupun luka-luka. Sementara itu, ditenda pengungsian, ribuan saudara kita hidup berdesakan. Kita saudara sebangsa dan setanah air dipanggil untuk saling berbagi, menyediakan bantuan makanan dan pakaian maupun kebutuhan sehari-hari. Bagi saudara kita dipengungsian, diharapkan tetap semangat untuk kembali membangun hidup baru. Kita yakin dibalik bencana ini ada hikmah yang terkandung didalamnya.

Hikmah yang terasa bagi kita semua dibalik musibah ini, bahwa kita semakin yakin akan kekuasaan Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta ini, yang mengatur kehidupan dan kematian. Bicara kematian, kita tidak pernah tahu kapan kematian menjemput kita, siapapun orangnya, kematian menjadi sebuah keniscayaan. Bagaimana dengan kehidupan, siklus kehidupan mulai dari jabang bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga tua nanti antara satu orang dengan orang lainnya dilalui dengan jalan yang berbeda-beda. Ada yang diberikan kelimpahan, kecukupan dan kekurangan materi, ada juga yang diberikan keturunan yang tidak kekurangan secara fisik maupun mental, namun ada juga yang diberikan keturunan yang fisik dan mentalnya kurang, malahan ada juga yang tidak berketurunan. Semua kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita semua, apapun kondisinya kita terima dengan rasa syukur. Kita jalankan amanah Tuhan ini dengan kesungguhan hati dan kerja keras, untuk masa depan umat manusia yang lebih baik.

Andaikan saja kita ini peka terhadap petunjuk Tuhan yang dipertontonkan kepada kita melalui banyak media, seharusnya kita dapat kembali bersyukur. Coba lihat berita 10 juta sarjana menganggur, dilain pihak ada anak Cerebral Palsy menjual pulsa dengan kakinya, atau anak yang tidak punya tangan dan kaki melukis dengan mulutnya, juga lihat anak autis hapal 400 lagu menghibur penonton, dan anak Tuna Rungu berlenggak-lenggok menjadi model, dan masih banyak lagi berita yang menunjukkan kekurangan fisik dan mental itu tidak menghambat untuk berkarya dan menghibur banyak orang. Tuhan akan membalas rasa syukur dan kerja keras kita dengan anugerah yang tak terduga. Ayo, semangat, bangkit mengejar harapan!.

Menyentuh Autis Lewat Penyandangnya

Oleh : Ages Soerjana, Terapis

Dari perkembangan umum, kita dapat melihat bahwa sejak lahir, setiap individu mengembangkan pengertian komunikasi. Secara alamiah para bayi menyadari bahwa suara manusia lebih penting dibanding suara-suara lain. Bahkan tanpa pengajaran, seiring berjalannya waktu, mereka mulai memahami bahasa manusia dan mulai belajar berbicara.

Kemampuan untuk memahami perilaku sosial jelas tertanam dalam otak kita. Dan sebagian besar penyandang cacat, menyimpan intuisi atau gerak hati sosial mereka secara utuh. Walaupun cacat, penyandang tunarungu, tunanetra, tungrahita dan gangguan kemampuan berbahasa, tidakmemiliki masalah khusus dalam memahami perilaku sosial maupun dalam menambahkan makna pada persepsi sosial.

Lain halnya dengan penyandang autis. Mereka memiliki kesulitan khusus dalam ‘membaca’ mimik wajah, tanggapan atau rangsangan emosi yang dihadapinya. Tetapi bukan berarti mereka tidak memiliki emosi. Karena itu setiap sikap terbuka penuh kasih sayang yang kita tampilkan secara alamiah kepada mereka, belum tentu mendapat tanggapan yang tepat dari mereka.

Kadang-kadang keinginan kita untuk berkomunikasi dan meluapkan kasih sayang pada anak-anak kita menjadi hal yang berakhir mengecewakan. Pernahkan kita sadari bahwa hal itu juga ‘berat’ bagi mereka?

Paling tidak ada lima alasan yang mampu diungkapkan oleh salah seorang penyandang autis dewasa, Therese Joliffe, saat merefleksikan caranya yang berbeda dalam berkomunikasi di masa lampau. Ia menuliskan :

...pertama, saya harus berjuang keras untuk memahami ucapan. Bahwa ketika kata-katamencapai otak, itu sepertinya tercetak seperti yang saya dengar. Kedua, karena berusahaberbicara merupakan kerja keras, khususnya ketika saya baru belajar bicara, yang bisa sayalakukan hanyalah berusaha dan mengulangi kembali apa yang ada dalam ingatan saya. Ketiga,untuk waktu yang lama, saya hanya punya sedikit sekali pengetahuan tentang ucapan dan tentunya saya sulit percaya bahwa suara orang waktu mengatakan sesuatu adalah cara yang harus saya gunakan juga untuk mengatakannya. Saya tidak menyadari bahwa kata-kata dapat diuraikan dengan menggunakan semua jenis suara dan bahwa ada cara lain untuk mengungkapkan sesuatu. Keempat, kadang-kadang saya terbiasa untuk mengulangi kembali kata-kata yang sama karena hal itu membuat saya merasa lebih aman. Kelima, sebelumnya saya menganggap hanya bisa berbicara satu-dua kata saja, sehingga ketika saya pertamakali mengulangi kata-kata persis sama seperti yang saya dengar, itu menjadi cara yang baik untuk bereksperimen dengan kalimat yang lebih panjang, bahkan meskipun saya tidak sengaja…….

Ini merupakan informasi yang penting dalam mencoba memahami mereka. Hal ini juga membantu kita lebih mengenal dan kemudian mencari cara berbeda yang lain dalam menerapkan proses belajar bicara dan berkomunikasi dalam pendampingan terhadap mereka.

Cara Mudah Belajar Matematika Untuk ABK

Oleh : Tina Trihanurawati, Guru Matematika MAN 1 Bogor

Dalam mengajarkan matematika pada siswa ABK, sebaiknya orangtua dan guru berusaha saling melengkapi untuk terus berkoordinasi dalam membimbing ABK-nya agar mereka bisa menggunakan matematika sebagai bekal kelak jika mereka harus berdiri tegak menyongsong masa depannya yang gemilang. Karena masa depan mereka ada pada para orangtuanya.

Pelajaran matematika berada di ruang lingkup abstrak, bukan konkrit seperti pelajaran IPA. Ada banyak tahapan proses yang harus dilalui dalam mempelajari matematika. Maka penting sekali mengajarkan konsep kepada anak, karena konsep tidak sama dengan hafalan. Jika kesulitan terus berlanjut, tidak ada salahnya menyerahkan bimbingan belajar anak kepada guru privat yang sesungguhnya, dan orangtua harus tetap memantau serta membimbing anak.

Kemudian, manfaatkanlah benda-benda yang ada di sekitar kita sebagai media pembelajaran. Misalkan, untuk benda yang sejenis, mengajarkan konsep penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Jika sedang di kebun, bisa menggunakan daun, rumput, dan benda apa saja yang bisa dimanfaatkan, sehingga anak merasa bahwa matematika ada di sekitarnya, ada di kehidupan sehari-harinya.

Orangtua yang bijak tidak akan terjebak dengan dengan definisi “pintar” yang selama ini banyak berkembang di masyarakat. Bahwa yang namanya “pintar” adalah bisa mendapat nilai 10 dalam pelajaran matematika. Pendapat itu tidak bijak, karena dengan berbagai macam potensi yang dimiliki anak, ada berbagai macam pula definisi pintar, yaitu, pintar dalam berkesenian, pintar dalam berolahraga, pintar dalam beladiri, dan berbagai macam pinta-pintar yang lain.

Menghargai potensi positif apa pun yang dimiliki anak adalah bijaksana. Tugas orangtua tinggal mengarahkannya menjadi lebih baik. Belajar di waktu kecil bagai menulis di atas batu, sulit memang, akan tetapi akan terus teringat sampai kapan pun. Jadi penanaman konsep yang benar pada anak akan berpengaruh pada pemahaman-pemahaman berikutnya.
Jika orangtua sendiri memperlihatkan sifat antipati, dijamin anak pun akan “emoh” mengerjakannya. Jadi, marilah kita ubah cara pandang dari “matematika yang menyebalkan” menjadi “matematika yang menyenangkan”, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Sekolah Khusus atau Sekolah Umum?

Bersekolah di sekolah khusus atau umum merupakan suatu pilihan yang masing-masing memiliki konsekuensi tersendiri. Dua model sekolah itu memiliki kelebihan, kekurangan serta tantangannya sendiri.

Kelebihan sekolah khusus terutama anak akan mendapatkan penanganan yang lebih sesuai dengan kebutuhannya. Sementara kekurangannya terletak pada upaya sosialisasi anak yang terbatas.

Karena itu, tantangan sekolah khusus mengharuskan orangtua untuk memberikan kesempatan pada anak bersosialisasi dengan anak-anak normal lainnya. Misalnya, mengajaknya bermain dengan tetangga atau saudara sebaya. Atau bisa pula dengan mengikutkan anak pada kursus yang sesuai dengan minatnya, di mana ia juga dapat bertemu dengan anak-anak lain, seperti kursus menyanyi atau beladiri.

Sementara kelebihan sekolah umum adalah anak dapat bersosialisasi dengan anak-anak normal pada umumnya. Tapi kekurangannya, kemungkinan besar guru kurang memahami kebutuhan khusus anak, sehingga penanganan yang diberikan kurang optimal.

Tantangannya, orangtua harus berusaha ekstra keras agar anak dapat mengikuti pelajaran di sekolah. Antara lain, dengan menjalin komunikasi yang positif dengan guru di sekolah untuk menjelaskan kebutuhan khusus anak. Selain itu orangtua harus terus memantau perkembangannya serta secara intensif mendampingi anak belajar di rumah atau menyediakan guru remedial untuk mengejar ketertinggalannya di sekolah.

Kamis, 04 November 2010

Mengasah Bina Diri dengan Origami


Linda Marlina, S.Si adalah pendiri dan pemilik Klub Origami Indonesia yang saat aktif
sebagai trainer origami juga Redaktur Buletin Origamania (Buletin komunitas Klub Origami).
Wanita kelahiran 7 Maret 1974 ini merupakan sarjana Matematika FMIPA Universitas
Padjadjaran dan memiliki pengalaman di dunia pendidikan sebagai pengajar sekolah
menengah maupun dosen. Linda saat ini menetap di Bandung bersama keluarganya tercinta.

Origami adalah seni melipat kertas yang berasal dari bahasa Jepang , yaitu “Ori” yang berRata Tengaharti melipat dan gami diambil dari kata benda “Kami” yang berarti kertas. Origami pertama ditemukan di Cina perkiraan abad pertama atau kedua dan kemudian menyebar ke Jepang sekitar abad keenam. Manfaat yang akan didapat saat ananda belajar origami secara konsisten adalah :
  1. Ananda akan semakin akrab dengan konsep - konsep dan istilah-istilah Matematika geometri, karena pada saat bunda atau guru menerangkan origami akan sering menggunakan istilah matematika geometri contohnya : garis, titik, perpotongan 2 buah garis, titik pusat, segituga, dan lain - lain ;
  2. Bermain origami akan meningkatkan keterampilan motorik halus ananda, menekan kertas dengan ujung-ujung jari adalah latihan efektif untuk melatih motorik halus ananda ;
  3. Meningkatkan dan memahami pentingnya akurasi. Saat membuat model origami terkadang kita harus membagi 2, 3 atau lebih kertas, hal ini membuat ananda belajar mengenai ukuran dan bentuk yang diinginkan serta keakuratannya ;
  4. Meningkatkan citra diri dan bakat ananda ;
  5. Saat bermain origami ananda akan terbiasa belajar mengikuti instruksi yang runut ;
  6. Mengembangkan pemikiran logis ;
  7. Bermain origami secara konsisten juga merupakan latihan berkonsentrasi, karena membuat sebuah model origami tentu saja membutuhkan konsentrasi dan hal ini dapat dijadikan sebagai ajang latihan untuk memperpanjang rentang konsentrasi seorang anak, dengan syarat origaminya dilakukan secara kontinyu dan model yang diberikan bertahap dari yang paling mudah yang dapat dikerjakan oleh ananda lalu terus ditingkatkan sesuai kemampuanya ;
  8. Meningkatkan persepsi visual dan spasial ;
  9. Mendapatkan pengetahuan lebih banyak tentang hewan dan lingkungan mereka, karena bentuk origami yang dibuat dapat dipilih oleh kita dan dapat dijadikan sebagai media pengenalan hewan dan lingkungan ananda ;
  10. Memperkuat ikatan emosi antara orang tua dan anak.
Di rubrik ini penulis akan mengajak ayah, Bunda dan Ananda untuk mencoba lipatan - lipatan origami dimulai dengan model origami yang mudah. Model origami kali ini adalah “boneka anjing” yang dapat dibuat dengan cara yang mudah. Setelah selesai model ini dapat diletakan di meja belajar anak-anak, di tempel di pigura menjadi hiasan dinding, atau bisa juga sebagai model bermain peran, dengan cara membuat beberapa anjing lalu beri mereka masing-masing nama yang berbeda, dimana bunda dan ayah dapat memainkannya dengan Ananda dengan bermain peran dengan sebuah cerita yang didiskusikan bersama. Ayah, Bunda, Ananda.... Selamat mencoba

Cara Sederhana Menangani Anak Dengan Gangguan Bicara

Oleh : Drs. H. Juhanudin, D. Sp. Ed

Hambatan/gangguan komunikasi bisa terjadi pada aspek bahasa, artikulasi, suara dan kelancaran. Penanganan hambatan/gangguan komunikasi perlu dilakukan secara terpadu, dengan melibatkan multidisipliner, yang terdiri dari dokter spesialis, psikolog, terapis, orangtua, guru, dan lingkungan, serta perlu dilakukan sedini mungkin. Keterlambatan perkembangan bahasabicara (delayed speech language development) ini bisa terjadi sejak bayi sampai tercapainya kemampuan berbahasa/berbicara secara menyeluruh (fonologi, morfologi, sintaksis dan semantisnya) yang diperkirakan pada usia 8 tahun. Tanda-tanda gangguan bicara/bahasa antara lain :
  1. Tidak memahami bicara orang lain,
  2. Tidak menguingkapkan isi hati dan pikirannya secara verbal maupun non verbal,
  3. Tampak sulit dalam mengujarkan kata-kata,
  4. Bicara tidak/kurang jelas dan sulit dipahami orang lain,
  5. Tidak bisa bersuara,
  6. Suara atau irama bicara menarik perhatian orang lain,
  7. Adanya Echolaka atau mengulang-ulang bicara orang lain.
Di bawah ini adalah tips bagi para orangtua yang diamanati anak dengan masalah dalam bicara :
  1. Ciptakanlah suasana bermain yang menyenangkan pada saat berkomunikasi dengan anak. Mulailah dengan sesuatu yangdisukai si anak, misalnya melakukan gerakanImitation atau meniru apa yang dilakukan anak, untuk memancing ketertarikan si anak.
  2. Menimbulkan rasa senang dan memancing perhatian anak agar anak senang berbicara, jangan terlihat sedang mengajar si anak.
  3. Merangsang anak untuk bicara, dengan mengulang-ulang apa yang kita ucapkan, kemudian memberikan reward pujian atau makanan yang disukai. Cari tahu kesenangan anak. Misalnya anak senang es krim, perlihatkan es krim, apabila si anak memberikan respon misalkan keluar kata "U", berikan es krimnya. berikutnya tunjukkan lagi es krim sambil bertanya "mau?" Ketika anak menjawab, berikan es krim. Aktifitas ini bisa diulang satu dua kali.
  4. Ketika anak sudah senang bicara maka ia akan cepat mampu bicara. Jangan melecehkan bahasa anak, misalnya karena ia salah mengucapkan. Bila anak merasa bahasanya dilecehkan, bisa saja menyebabkan anak mogok atau trauma bicara terhadap orang - orang yang melecehkannya. Jadi, ketika anak menunjuk ke bolanya yang jatuh sambil berkata "ola atuh", lebih baik kita sambut dengan "oo, bola adik jatuh ya?" Jadi bukannya dikoreksi dengan, misalnya, "ngomongnya salah, bukan begitu",'sudah gede kok ngomongnya masih enggak jelas','yang benar ngomongnya begini', dan lain sebagainya.
  5. Kata kuncinya dalam belajar bicara adalah pendekatan ke anak, sehingga anak nyaman untuk berkomunikasi. Jangan sampai ada pemolakan dari si anak.
  6. Merekam suara anak - anak yang sudah bicara untuk disengarkan kepada anak. Anak lebih tertarik dengan rekaman suara anak - anak daripada mendengarkan rekaman suara orang dewasa.
  7. Segala aktivitas harus dibahasakan, misalkan pada saat mandi, ibu atau bapak sebaiknya membahasakan aktivitas mandi, seperti “Nak, sabunnya wangi sekali ya”, “aduh airnya dingin”, “ayo, bersihkan tangan pakai sabun, supaya tangannya bersih”. Apa pun yang berhubungan dengan aktivitas anak, bisa kita bahasakan, agar anak terbiasa berkomunikasi.
  8. Self talk, bercerita/membahasakan apa yang sedang dilakukan oleh orang tua, misalnya ayah sekarang sedang makan, ini buah mangga, rasanya manis, dan seterusnya. Parallel talk, membahasakan aktivitas anak dengan bahasa sederhana, “adik senang main bola yah, bolanya bundar, ayo kejar bolanya, oh kaki adik kotor (sambil memegang kakinya yang kotor)” dan seterusnya.
  9. Untuk anak tunarungu, pengulangan bicara dilakukan berhadapan dengan posisi wajah kita sejajar dengan wajah anak agar alat bicara kita langsung terlihat oleh anak (face to face/ sejajar). Perhatikan agar kita menghadap datangnya sinar agar alat ucap kita bisa terlihat jelas oleh si anak. Berikan kesempatan pada anak untuk lips reading/speeks reading/membaca ujaran (speech reading) yang kita lafalkan dengan jelas, dengan kecepatan yang sewajarnya.
  10. Gaya bicara anak-anak (baby talk) pada orang tua perlu dihindari . Seringkali orangtua melafalkan bahasa yang lucu, seperti bahasa anak. Kita harus bicara dengan benar. Misalkan anak melafalkan ‘mum ma’, kita orang tua/dewasa perlu membahasakan kata-kata yang belum jelas ‘oh adik mau makan’, di ulang-ulang.
  11. Lihat kemampuan dasar anak, dengan membahasakan hal-hal yang kongkrit.
  12. Berikan konsep berbahasa pada benda asli dan tiruan; misalkan ketika mengajarkan konsep cangkir, berikan beberapa macam cangkir. Sehingga anak dapat menyimpulkan, misalnya, cangkir punya kuping, beda dengan gelas. Juga misalnya pisang, ada beragam pisang dengan bentuk dan ukuran bermacam-macam.
  13. Untuk anak gagap, jangan sampai anak menyadari adanya problem gagap (stuttering). Karena bila disadari, apalagi dipermasalahkan, maka ia akan merasa terbebani, sehingga semakin gagap. Gagap terjadi pada kata yang diawali dengan konsonan (misalnya kata yang dimulai dengan huruf b, k, t dan juga konsonan lainnya). Mengapa anak gagap? Seorang ahli mengatakan “sekian banyak penderita gagap, sekian banyak pula juga penyebabnya.” Yang lebih banyak problem psikologis. Tapi yang jelas biasanya penderita gagap terbilang cerdas.

Minggu, 31 Oktober 2010

Penggalangan Dana untuk Yani yang menderita Tumor di wajah


Di tengah bencana yang terus terjadi di Indonesia ini salah satu saudari / adik kita bernama Yani sangat membutuhkan dana bantuan untuk pengobatan tumor di wajah.

Berawal dari kedatangan adik Yani bersama ayahnya ke Redaksi kami Anak Spesial, mereka meminta bantuan untuk memasukkan penggalangan dana ke koran mingguan anak spesial yang akan terbit minggu ini, mereka sangat membutuhkan bantuan untuk biaya operasi tumor di wajah yang sudah di derita adik yani sejak umur 4 tahun (umur Yani sekarang 8 tahun).

Kami dari redaksi Anak Spesial meminta bantuan untuk membantu biaya pengobatannya.

Bagi yang ingin menyalurkan bantuannya

Dapat transfer ke rekening
BCA
2181627494 a.n Amalia Nurul Hayya

untuk info bisa menghubungi amel 085691289779

Senin, 25 Oktober 2010

Penanganan Baru Untuk Kanker Anak

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa terapi jenis terbaru yang dilakukan dengan menstimulasi sistem kekebalan tubuh diketahui dapat menaikkan tingkat ketahanan hidup hingga 20 persen pada penderita neuroblastoma, yakni sebuah kanker di sistem saraf yang seringkali mematikan bagi anak-anak.

Terapi yang telah diteliti oleh Pusat Kanker di The Children’s Hospital of Philadelphia itu menunjukkan adanya kemajuan besar untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun dalam melawan kanker jenis ini. Penelitian menunjukkan bahwa terapi ini memberikan tingkat ketahanan hidup selama dua tahun hingga 20 persen dibandingkan dengan terapi standar lainnya yang biasa dilakukan untuk menahan keagresifan neuroblastoma.

Neuroblastoma merupakan kanker di bagian peripheral dari sistem saraf yang biasanya muncul sebagai tumor solid di bagian dada atau abdomen. Kanker ini diderita oleh persen dari jumlah anak-anak penderita kanker, tapi karena kemunculan kanker ini bersifat agresif, maka tingkat kematian yang disebabkan olehnya mencapai 15 persen dari semua kematian anak-anak yang disebabkan kanker.

Di penelitian terakhir, 226 pasien beresiko tinggi di pusat kanker menerima baik kemoterapi standar pemberian obat isotretinoin maupun terapi baru, immunotherapy. Immunotherapy mencakup antibodi monoclonal yang digambarkan sebagai “misil pertahananan” molekular yang diarahkan untuk membunuh sel-sel kanker yang ditargetkan pada pemunculan zat di sel kanker tersebut. Penanganan ini juga dimaksudkan untuk mengirimkan zat untuk meningkatkan respon daya tahan tubuh, termasuk interleukin-2.

Dalam perkembangannya selama dua tahun, sekitar 54 persen pasien neuroblastoma yang menerima penanganan standar menderita kambuh yang hampir selalu berakibat fatal. Sementara itu, hanya 34 persen pasien yang menerima uji coba immunotherapy mengalami kambuh pada kankernya tersebut, dan dengan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi, namun demikian juga memiliki efek samping yang lebih banyak termasuk rasa sakit. The Children’s Hospital of Philadelphia telah menggunakan cara immunotherapy ini sebagai bagian dari penanganan standar bagi anak-anak penderita neuroblastoma beresiko tinggi selama lebih dari satu tahun. (about.com)

Penemuan Obat Untuk Gangguan Belajar

Para peneliti di rumah sakit anak-anak Kanada, Canada’s Hospital for Sick Cildren (SickKids) di Toronto meyakini akan adanya obat untuk kesulitan belajar di masa depan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang menjadi pemimpin penelitian di semua aspek kesehatan, termasuk penelitian otak. Para ilmuwan di rumah sakit, dalam uji cobanya dengan tikus, telah menemukan sebuah protein yang terlihat memperbaiki hubungan sinapsis antara syaraf-syaraf di otak yang mewariskan adanya gangguan belajar.

Penelitian ini telah memfokuskan dalam menggunakan obat untuk memperbaiki kekurangan komunikasi antar syaraf yang disebabkan oleh hilangnya protein tersebut. Dari uji coba sebelumnya, obat tersebut menunjukkan adanya efek positif pada tikus. Baru-baru ini, uji coba klinis sedang berusaha mengetahui kefektifan obat pada penderita Alzheimer.

Protein terkait, yang dinamakan Neto 1, diyakini berfungsi untuk menyimpan atau membuat sinyal-sinyal elektris antar saraf-saraf sinapsis dalam hippocampus otak. Hippocampus dipercaya sebagai pusat visual dan persepsi logis dalam otak serta pusat kemampuan untuk mengingat detil visual yang penting di lingkungan sekitar seseorang. Kemampuan logis non-verbal ini diyakini memiliki peran penting untuk kita menganalisa dan memecahkan masalah.

Para peneliti berharap bahwa obat ini dapat membantu penanganan gangguan belajar yang berhubungan dengan neurologis, seperti gangguan pemusatan perhatian, disleksia, dan gangguan lainnya. Meskipun kemungkinan ini ada, namun penelitian lebih lanjut tetap diperlukan. Para ilmuwan tetap harus mempelajari potensi efek samping, pengaruh jangka panjang obat terhadap fungsi otak, dan berbagai isu-isu lainnya yang hanya dapat diketahui dengan uji coba pada manusia. (learningdisabilities.about.com)

Anak Saya Selalu Menjadi Bahan Pembicaraan

Ditulis kembali oleh Arifin Mohammad
dari pengalaman suami-istri Krisna Suharto
dan Noviana Rinawati


Kami tak pernah membayangkan kalau Dino anak kami – bungsu dari tiga bersaudara, semuanya laki-laki – terdeteksi sebagai anak berkesulitan belajar. Masa kecilnya, tak jauh berbeda dengan kakak-kakaknya. Usia tiga tahun masuk play group di dekat rumah, tak ada masalah. Setahun kemudian bisa masuk TK. Pada usianya yang kelima, Dino mampu duduk di TK besar.

Persoalan timbul justru tatkala Dino berada di antara teman-teman seusianya. Misalnya, ketika kita sekeluarga mendatangi acara arisan keluarga. Dino tampak canggung bergaul dengan saudara-saudaranya yang seusia, menyendiri, bahkan asyik dengan kesendiriannya. Karena itu, Dino banyak dibicarakan para tamu (saudara-saudara) lainnya.

Dokter anak yang menangani Dino menyarankan agar dilakukan Tes Berra. Dari tes Berra itu tidak ditemukan sesuatu yang “istimewa” yang menyangkut pendengarannya. Artinya, Dino tidak memiliki masalah di indera pendengarannya. Normal, seperti teman-temannya yang lain.

Dari hasil tes Berra, Dino dirujuk untuk melakukan terapi wicara (speech therapy). Untuk memulainya harus dilakukan langkah observasi yang memakan waktu cukup lama, kira-kira tiga minggu. Dari hasil observasi ini, diketahui bahwa Dino terdeteksi sebagai anak autisme. Dalam hal ini, autisme ringan (mild authisme). Terus terang, kami sangat terkejut dengan hasil observasi. Tak pernah terbayangkan dalam benak saya berdua suami istri. Tapi itulah kenyataan yang terjadi.

Langkah selanjutnya, Dino harus melaksanakan terapi wicara dua kali dalam seminggu. Hasil terapi wicara tidaklah mengecewakan, Dino mulai “dapat” bicara. Hanya saja masih sering terbalik-balik kata-kata maupun kalimatnya.

Segala informasi yang menyangkut kondisi Dino terus kami pantau tak kenal lelah. Kami selalu berusaha mencari referensi tentang anak-anak semacam Dino lewat buku-buku, majalah, menonton tayangan televisi, internet bahkan kami akan “mengejar” bila ada profesional yang kompeten. Paling tidak, kami – saya, istri dan anak-anak yang lain – menjadi lebih bisa memahami bila ada anak yang memiliki masalah semacam Dino.

Perkembangan Dino secara umum cukup baik. Walau begitu, atas usul ibunya kami membawa Dino ke Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Depok. Observasi kemudian dilakukan lagi. Hasilnya, tidak begitu mengejutkan. Buah hati kami dideteksi sebagai anak ADHD (attention deficit disorder and hyperactivity) atau GPPH (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas).

Sebagai orangtua dari anak spesial, kami harus pintar mengelola rumah tangga. Tidak hanya soal keuangan serta pengaturan waktu agar semua bisa berjalan dengan baik tapi juga bagaimana menarik ulur dengan anak bersangkutan agar mau dan mampu melaksanakan program-program penanganan yang telah disepakati dengan profesional yang bersangkutan. Karena itu, kemudian salah satu dari kami, yakni ibunya harus berhenti dari pekerjaannya demi si buah hati. Bagaimanapun, ibu akan lebih mempunyai arti bagi anaknya, terlebih buat anak semacam Dino. Sejak itu, ibunya all-out menemani Dino. Kami sudah tak memusingkan bagaimana cash-flow rumah tangga, semua kami kembalikan kepada Allah SWT, Tuhan yang maha segala-galanya!

Persoalan timbul ketika Dino harus mempersiapkan diri untuk masuk jenjang sekolah dasar. Apakah Dino bisa bersekolah di sekolah-sekolah yang ada di dekat kami tinggal?
Karena itu, kami pun mencari informasi kesana-kemari dan menemukan sebuah sekolah dasar yang memang khusus untuk anak-anak berkesulitan belajar. SD Pantara yang berada di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tanpa pikir panjang, kami langsung mendaftarkan hari itu. Ternyata, setiap calon siswa harus diobservasi. Tidak main-main, observasi ini dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari guru kelas dan psikolog sekolah.

Hasil observasi tak jauh dari deteksi yang selama ini telah kami ketahui. Dino harus memasuki jenjang sekolah dasar di SD Pantara. Istilah populer buat anak semacam Dino adalah anak yang harus belajar dengan cara yang berbeda dengan anak lain alias anak LD (learning difficulties), anak berkesulitan belajar.

Kami sekeluarga bisa memahami kondisi Dino seutuhnya. Walau pada awalnya, kedua kakaknya tampak agak sulit, maklum bagaimanapun mereka adalah anak-anak juga. Dan, barangkali ini sangat penting bagi para orangtua yang memiliki anak LD semacam Dino, janganlah terlalu membebankan harapan (expectation) terlalu berat. Karena itu, kami sepakat tak terlalu muluk dalam menetapkan target untuk Dino. Paling penting, pertama-tama Dino harus mampu mandiri dalam kehidupannya nanti. Soal masa depan, semua serahkan pada yang di atas, Allah SWT. Masih sering terdengar ungkapan atau kata-kata yang diucapkan beberapa orang – yang memang tak memahami – terhadap perilaku anak-anak LD. Maklumilah, karena masyarakat kita memang belum memiliki apresiasi terhadap anak-anak LD. Kewajiban kita semua untuk menyebarluaskan keberadaan anak-anak ini.

Orangtua dari anak LD tak perlu berkecil hati, mereka adalah “karunia” sebuah berkah yang harus diterima dengan tulus dan lapang dada. Jangan pernah diingkari apa lagi merasa malu dan menutup-nutupi keberadaannya. Pasti ada skenario indah dari-Nya.

Kurikulum Yang Fleksibel Merespon Keberagaman

Setiap anak adalah berbeda. Tidak ada dua orang anak yang sama. Mereka dilahirkan dari orang tua yang berbeda, lingkungan yang berbeda, makan makanan yang berbeda, bermain dan berteman dengan orang yang berbeda, kesukaan dan minat yang berbeda, cara belajar yang berbeda, kemampuan kognitif yang berbeda dan masih banyak lagi keberbedaan yang tak mungkin disebutkan sini. Tetapi mengapa semua anak di sekolah harus mempelajari materi, menggunakan alat dan metode yang sama? Mengapa anak harus mengikuti kurikulum yang telah ditentukan materinya dan alokasi waktu yang ditentukan?

Kurikulum merupakan salah satu perangkat pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Secara praktis, kurikulum memberikan pedoman pada guru untuk mengajarkan materi tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Perangkat ini menyangkut isi (apa yang diajarkan dan dipelajari) dan bagaimana cara menyampaikannya.

Kurikulum di sistem pendidikan kita terkesan terpusat, kaku dan sedikit memberikan peluang bagi guru untuk berkreasi. Banyak guru mengaku kesulitan dalam melakukan adaptasi, mencipta metode pembelajaran dan pendekatan baru. “Susah, kalau mau mengembangkan materi dan metodenya, kami takut tidak dapat memenuhi target di sekolah. Apalagi kalau mau tes atau ujian. Guru harus mengejar materi agar selesai tepat waktunya” ungkap seorang rekan guru. Pengakuan tersebut menunjukkan betapa guru dibatasi kreatifitasnya. Implikasinya adalah munculnya kesan bahwa guru kurang menghargai perbedaan kemampuan anak didik dan potensinya. Dengan kata lain, guru berkewajiban untuk menghabiskan materi dan tepat waktu, alias dikejar target.

Kurikulum terkadang isinya jauh dari kenyataan yang dialami si anak, oleh karenanya kurang mengena dan memotivasi. Bagaimana mungkin anak belajar tentang mengirim pesan melalui telepon, sementara di desanya tidak ada jaringan telepon, bagaimana mungkin anak belajar tentang komputer, mengenal monitor, CPU, keyboard sementara di sekolah dan rumahnya tidak ada komputer, bagaimana mungkin anak diminta menghafal nama menteri, presiden, pasal-pasal dalam UUD 45, sementara nama-nama itu tiap saat bisa berubah.

Salah satu karakteristik pendidikan inklusif dan sekolah yang ramah adalah adanya kurikulum yang fleksibel (flesibility curricculum). Kurikulum yang fleksibel berarti kurikulum yang responsif terhadap eksistensi guru dan siswa. Kurikulum yang fleksibel memberikan ruang bagi guru untuk berkreasi mencipta pendekatan dan metode pembelajaran yang aksesibel. Guru juga lebih sensitif dan apresiatif terhadap berbagai perbedaan anak didiknya dalam pemahaman, perasaan, keterampilan sosial, sikap anak, minat dan potensinya. Dengan demikian guru dapat mencari solusi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Kurikulum seharusnya menjamin adanya akses bagi “semua”.

DR. Anupam Ahuja dari India (2005) mengingatkan beberapa strategi berkaitan dengan kurikulum dan praktek pembelajaran yakni menyediakan waktu fleksibel bagi siswa etiap anak adalah berbeda. untuk mempelajari berbagai mata pelajaran dan memberikan kebebasan kepada guru untuk memilih metode kerja mereka dan dukungan yang dibutuhkan, serta menekankan pada aspek pelatihan.

Ia juga memberikan panduan praktis dalam menciptakan kurikulum yang lebih responsif. Beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan seperti apakah kurikulum itu menyentuh nilai-nilai kemanusiaan, apakah kurikulum menyeimbangkan hak dan kewajiban, apakah kurikulum itu relevan dengan kehidupan anak dan masa depannya, apakah kurikulum mempertimbangkan jender, identitas dan latar belakang budaya dan bahasa, dan bagaimana hubungan kurikulum dengan sistem pendidikan nasional.

Bersamaan dengan penerapan kurikulum yang fleksibel, itulah maka sangat dibutuhkan pelatihan-pelatihan yang membantu guru meningkatkan keterampilan-keterampilan dalam mengadaptasi, memodifikasi dan mencipta pendekatan dan pembelajaran yang kratif. Dengan demikian guru sangat penting mengenal anak secara individual. Konsekuensi logisnya adalah mengubah praktek-prektek pelatihan yang teoritis menjadi pembangunan kapasitas praktis yang berkesinambungan dan menyeluruh. Kami mendamba kurikulum yang fleksibel!.

Catatan: tulisan ini pernah dipresentasikan di seminar dan workshop pendidikan inklusi.

Aktor Down Syndrome Memenangkan Penghargaan Film Bergengsi

Pablo Pineda, aktor Spanyol penyandang down syndrome, dianugerahi penghargaan sebagai aktor terbaik di Festival Film San Sebastian, untuk akting menawannya di film berjudul “Yo, Tambien” (“Me Too”).
Pineda memerankan seorang pria berusia 34 tahun yang menyandang down syndrome dan, seperti Pineda sendiri, berhasil meraih gelar sarjana. Karakternya kemudian beralih pada usahanya memulai pekerjaan baru di sebuah tempat pelayanan sosial di daerah setempat dan jatuh cinta pada rekan sekerjanya. Pineda sendiri meraih gelar sarjana di bidang pendidikan khusus.

Untuk berperan sebagai Sanz dengan berbagai bentuk emosi, mulai dari bahagia hingga kecewa dan sedih “membutuhkan banyak introspeksi diri, di mana saya harus mengenang saat-saat yang sulit bagi saya sendiri,” kata Pineda beberapa saat setelah film arahan Antonio Naharro dan Alvaro Pator tersebut diluncurkan di festival.

“Masalahnya adalah,” Pineda menjelaskan,” bahwa ada orang-orang yang bahkan tidak memiliki kesempatan dalam hidup seperti yang pernah saya miliki. Saya membuat film ini untuk kepentingan mereka. Saya selalu menganggap diri saya sebagai juru bicara, sebagai seseorang yang membawa bendera bagi komunitas down syndrome, karena mereka tidak mempunyai pilihan. Seseorang harus memiliki pilihan itu, dan seseorang itu adalah saya.”

Aktor Down Syndrome Memenangkan Penghargaan Film Bergengsi


Kamis, 21 Oktober 2010

Mengenal Ciri-ciri Anak Down Syndrome

Anak down syndrome pada umumnya mempunyai kekhasan yang bisa dilihat secara fisik selain dengan pemeriksaan jumlah kromosomnya. Tanda-tanda fisik ini bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai dengan terlihat dengan jelas.
Ciri-ciri fisik anak down syndrome adalah sebagai berikut :
Bentuk kepala yang relatif kecil dengan bagian belakang yang tampak mendatar (peyang)
  • Hidung kecil dan datar (pesek), hal ini mengakibatkan mereka sulit bernapas
  • Mulut yang kecil dengan lidah yang tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal yang mengakibatkan lidah sering menjulur keluar
  • Bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak matanya
  • Letak telinga lebih rendah dengan ukuran telinga yang kecil, hal ini mengakibatkan mudah terserang infeksi telinga
  • Rambut lurus, halus dan jarangMengenal
  • Kulit yang kering
  • Tangan dan jari-jari yang pendek dan pada ruas kedua jari kada sama sekali, sedangkan pada orang normal memiliki tiga ruas tulang
  • Pada telapak tangan terdapat garis melintang yang disebut Simian Crease. Garis tersebut juga terdapat di kaki mereka yaitu di antara telunjuk dan ibu jari yang jaraknya cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal. Keadaan telunjuk dan ibu jari yang berjauhan itu disebut juga sandal foot
  • Otot yang lemah (hypotomus) ; mengakibatkan pertumbuhan terganggu (terlambat dalam proses berguling, merangkak, berjalan, berlari dan berbicara)
  • Pertumbuhan gigi geligi yang lambat dan tumbuh tak beraturan sehingga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.
Dengan diketahuinya gejala fisik tersebut diharapkan orangtua, bidan atau dokter dapat secara dini mendeteksi adanya kemungkinan down syndrome pada anak sehingga anak spesial tersebut bisa ditangani lebih dini.

Penyandang Cerebal Palsy Membantu Mengajar di Kuliah Pendidikan Khusus

Wilson Buswell adalah seorang penyandang cerebral palsy yang tidak bisa berbicara dan hanya mampu menjawab pertanyaan ya atau tidak: satu kedipan untuk jawaban ya, dan tatapan untuk jawaban tidak. Tapi Buswell telah menjadi seorang komunikator yang kuat dalam membantu belajar para siswa untuk menjadi para guru pendidikan khusus yang efektif. Pria berusia 30 tahun ini menjadi co-instruktur dalam perkuliahan di Universitas Colorado. Kehadirannya di kelas setiap minggu memberikan pelajaran nyata kehidupan yang berharga tentang bagaimana seseorang yang memiliki kecacatan dapat diikutsertakan dalam kegiatan—dan bahkan untuk mengajar satu atau dua hal.

Buswell, yang merupakan lulusan sekolah menengah dengan penghargaan dari 26 perkuliahan, tidak mengajar. Dia mempresentasikan materi dalam PowerPoint yang memberi detil pengalaman kehidupannya dan memberikan pertanyaan kepada siswa di kelas untuk memikirkan bagaimana mereka akan mengikutsertakannya dalam pelajaran.

Sekilas Sejarah Pengertian, dan penyebab CP

Orang yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral Palsy (CP) adalah Sir William Olser. Namun yang pertama kali memperkenalkan penyakit tersebut adalah William John Little pada tahun 1843 dengan istilah cerebral diplegia, yaitu suatu kondisi yang diakibatkan oleh prematuritas atau afiksia neonatorum.

Ditinjau dari sudut bahasa, CP berarti kelumpuhan pada otak. Kondisi ini merupakan suatu kesatuan kondisi yang melibatkan kontrol otot, postur, dan gerakan yang tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Permasalahan yang terjadi pada penyandang CP sesungguhnya bukan terletak pada otot melainkan pada kemampuan otak untuk secara konsisten memberikan perintah pada otot apa yang harus dilakukan.

Berdasarkan penelitian para ahli, terdapat beberapa penyebab CP. Di antaranya, pertama, kelainan genetik yang berpengaruh pada otak. Kedua, bayi yang lahir secara premature dan memiliki kondisi perawatan medis seperti jantung dan ginjal. Namun tidak semua bayi yang lahir secara premature memiliki resiko menjadi penyandang CP. Ketiga, bayi yang lahir dari ibu-ibu pecandu alkohol dan obat-obatan, perokok, terkena virus rubella atau infeksi serius lainnya dan kekurangan gizi selama kehamilan. Keempat, asphyxia, seperti tercekik karena mainan atau makanan, atau tenggelam yang mengakibatkan tersumbatnya saluran pernafasan. Kelima, infeksi berat seperti meningitis. Keenam, terjadinya kekerasan yang dialami oleh anak, seperti pemukulan atau benturan pada kepala yang mengakibatkan terjadinya kondisi cedera pada otak.

Menurut neurolog Dr. Sudading Sunusi dan Dr. P. Nara secara kronologis penyebab CP dibedakan ke dalam tiga masa. Pertama, prenatal, meliputi gangguan pertumbuhan otak, penyakit metabolisme, penyakit plasenta, penyakit ibu: toksemia gravidarum, toksopiasmosis, rubella, sifilis dan radiasi. Kedua, natal, seperti partus lama, trauma kelahiran dengan perdarahan subdural, prematuritas, penumbungan atau lilitan talipusat, atelektasis yang menetap, aspirasi isi lambung dan usus serta sedasi berat pada ibu. Ketiga, post natal, meliputi penyakit infeksi, seperti ensefalitis, lesi oleh trauma seperti fraktur tengkorak, hiperbilirubinemia/kernikterus serta gangguan sirkulasi darah seperti emboli/trombosit otak. Umumnya penyebab post natal kebanyakan terjadi pada usia sebelum 3 tahun.

Hak Pendidikan Untuk Anak Tuna Rungu

Semua anak berhak untuk mendapat pendidikan. Sangatlah penting mengizinkan anak tunarungu untuk mengembangkan kecakapan komunikasi dengan anak lain yang dengan dan tanpa tunarungu.

Anak mulai belajar di dalam dan dari keluarga dan masyarakat mereka. Dengan mengamati bagaimana anak dan orang lain berbicara, bermain dan bekerja sama, anak belajar bagaimana dapat berhubungan baik dengan lainnya. Ketika anak berpartisipasi di dalam keluarga dan masyarakat, mereka juga belajar tentang emosi dan membangun kecakapan sosial.

Tanda-tanda peringatan kemungkinan tunarungu berdasarkan pemaparan UNESCO (2003) “Understanding and responding to children’s needs in inclusive classrooms” Guide for teachers :
  • Kurang perhatian
  • Perkembangan bicara yang kurang
  • Kesulitan mengikuti instruksi
  • Menanggapi lebih baik pada pekerjaan tugas ketika guru tersebut cukup dekat dengan si anak atau lebih baik pada tugas menulis daripada tugas lain yang memerlukan respon secara lisan
  • Anak mengamati apa yang sedang dilakukan teman lainnya sebelum mulai pekerjaannya sendiri [mencari petunjuk]
  • Meminta temannya dan guru untuk berbicara lebih keras
  • Menjawab tidak tepat atau gagal untuk menjawab
  • Anak mungkin kelihatan malu, menarik diri atau terlihat keras kepala dan tidak menurut
  • Menolak untuk berpartisipasi dalam aktivitas lisan, tidak tertawa terhadap lelucon
  • Sering mengeluh sakit telinga, pilek, radang tenggorokan

Memasukkan anak tunarungu di sekolah akan meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi, khususnya dengan belajar membaca dan menulis, hal ini sering dapat menjadi satu cara mereka berkomunikasi dengan orang lain yang tidak mengetahui bahasa isyarat atau mengerti bicara mereka.

Membaca dapat membantu anak tunarungu mengerti ide, emosi dan pengalaman orang lain. Menulis membantu untuk berkomunikasi, berbagi pikiran dan emosi mereka.

Penting juga menyediakan pendidikan untuk anak perempuan. Sering kali anak perempuan tunarungu ditahan di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah. Tetapi semua anak perempuan juga yang tunarungu perlu belajar ketrampilan supaya mereka aman dan dapat mengambil bagian di masyarakat. Mereka mempunyai hak untuk mengetahui hak mereka, di dalam dan melalui pendidikan mereka dapat bekerja dan hidup berguna dan mandiri sebagai seorang dewasa.

Implan Koklea Sejak Dini Bagi Anak tunarungu
Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa
implan atau penanaman koklea sejak dini ternyata meningkatkan pemahaman dan ekspresi bahasa bicara pada anak yang memiliki gangguan pendengaran yang parah atau anak tunarungu.

Para ilmuwan menilai adanya lompatan perkembangan bahasa bicara hingga lebih tiga tahun pada 188 anak yang menerima implantasi koklea sebelum mereka berusia 5 tahun. Peningkatan bahasa bicara ini lebih dari yang diperkirakan sebelumnya. Semakin muda usia anak yang menerima implantasi koklea, semakin bagus pula peningkatan bahasa bicaranya.

Implan koklea—atau biasa disebut “ telinga bionik”—adalah sebuah alat elektronik berukuran kecil yang ditanam melalui operasi di dalam telinga bagian dalam yang merangsang saraf auditory dan membuat orang yang tuli bisa mendengar berbagai macam suara.

“Secara signifikan, penelitian membuktikan bahwa tingkat pemahaman dan ekspresi yang lebih tinggi diperoleh dari anak-anak yang menerima implantasi pada usia di bawah 18 bulan daripada anak-anak yang menerima implantasi antara usia 18-36 bulan atau lebih dari itu,” kata Dr. John K. Niparko ketua penelitian dari Johns Hopkins University School of Medicine.

Dr. Niparko dan koleganya juga menemukan
bahwa rata-rata peningkatan yang lebih baik berhubungan dengan level residu pendengaran
yang lebih tinggi saat implantasi koklea, interaksi orangtua-anak yang lebih baik, serta status sosio-ekonomi yang lebih tinggi. (healthday.com)

Mengenal Salah Satu Anak Berkesulitan Belajar


Anak ADHD

ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan sebagai GPPH, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas. Artinya adalah, kondisi di mana seorang anak sulit atau bahkan sangat sulit untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu. Hal ini dikarenakan ada sesuatu yang tidak pada tempatnya di dalam otaknya. Seperti minimal brain disorder (ketidakberesan kecil di otaknya), minimal brain damage (kerusakan kecil pada otaknya, hyperkinesis (terlalu banyak bergerak/aktif) dan hiperaktifitas. Dalam catatan kepustakaan, 3 sampai 5% anak usia sekolah mengalami ADHD.

Sebagai orangtua, kita harus mengetahui apa saja tanda-tanda anak ADHD, agar tidak salah mengambil langkah penanganan. Selain itu, orangtua tidak boleh panik berlebihan. Keadaan ini (memiliki anak ADHD) merupakan “tugas atau kewajiban” yang dianugerahkan Tuhan kepada diri kita, orangtua. Pasti, karena kita dianggap mampu mengemban tugas ini, bukan orang lain. Ada 3 tanda-tanda anak ADHD, yakni:
  1. Anak tidak mampu memusatkan perhatian pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran atau dalam beraktivitas bermain. Selain itu, konsentrasinya mudah buyar hanya karena hal-hal yang sepele misalnya bunyi-bunyian, bau-bauan, gerakan-gerakan dan lain sebagainya. Namun, hal yang sebaliknya bisa terjadi bila dirinya memiliki ketertarikan pada sesuatu hal, maka setiap saat pembicaraan selalu berkisar pada topik itu-itu saja sehingga lawan bicaranya akan menjadi bosan.
  2. Tidak bisa diam, selalu bergerak (hiperaktif). Tampak selalu kelebihan energi dan tidak kenal lelah sepanjang hari dari bangun tidur hingga menjelang tidur malam.
  3. Impulsif, bertindak tanpa memikirkan akibat yang bisa ditimbulkan oleh tindakan yang dilakukan. Contoh, mengejar bola di jalan raya, atau berjalan seenaknya sehingga menabrak apa saja yang ada di depannya seperti misalnya pot bunga, meja dan lain-lainnya. Selain itu, kalau berbicara “seenaknya”, tidak dipikirkan dampaknya apakah menyakitkan orang lain atau tidak.
Jadi, orangtua yang sejak dini melihat hal-hal yang tersebut di atas berkesinambungan selama lebih dari 6 bulan tak pernah putus, dibandingkan dengan anak lain seusianya. Besar kemungkinan buah hatinya adalah anak ADHD. Pada dasarnya, hal ini bisa terlihat (muncul) sebelum anak usia sekolah. Namun, biasanya orangtua baru terkaget-kaget tatkala si anak berada di usia sekolah.

Dengan pikiran yang tenang dan jernih, orangtua harus yakin bahwa buah hatinya benar-benar ADHD. Hal ini sangat penting agar orangtua tidak terjebak dengan langkah-langkah yang justru bisa menyuburkan kondisi ADHD yang ada pada anaknya.

Secara sederhana, tabel di bawah ini bisa dipergunakan untuk meyakinkan kondisi anak yang sebenarnya. Pilihlah jawaban yang tersedia dalam kondisi yang tenang.
Tabel Pernyataan dan Jawaban

A = Sama sekali tidak
B = Agak sering
C = Sangat sering

Bila jawaban pernyataan Anda berada banyak di kolom B (agak sering) apalagi di C (sangat sering) itu akan meyakinkan bahwa buah hati Anda adalah anak ADHD.

Walau begitu, kita (orangtua) harus berhati-hati untuk memberikan label anak ADHD, karena banyak anak yang bisa saja bertingkah laku seperti ini. Jadi, penting sekali untuk memperhatikan sesering mungkin, sekaligus memperhatikan mereka dalam situasi yang berbeda. Tabel tersebut dapat digunakan mengobservasi anak di rumah, di sekolah atau saat yang berlainan dalam sehari.




Tingkatan Komunikasi Anak Autis

SEPUTAR AUTIS
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervarsif yang ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi, dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan, yang terjadi pada anak sebelum berumur tiga tahun.

Walaupun anak autisme mengalami gangguan dalam berkomunikasi, bukan berarti anak autisme tidak bisa berkomunikasi. Anak autisme tetap melakukan komunikasi tetapi dengan gaya komunikasi yang berbeda. Ada empat tingkatan komunikasi pada anak autisme, yang tergantung dari kemampuan berinteraksi, cara berkomunikasi, dan pengertian anak itu sendiri.

Keempat tahap tersebut adalah “The Own Agenda Stage”, “The Requester Stage”, “The Early Communicator Stage” dan “The Partner Stage”. Pada tahap pertama (The Own Agenda Stage) anak biasanya merasa tidak bergantung pada orang lain, ingin melakukan sesuatu sendiri. Anak kurang berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak lain. Anak pada tahap ini hampir tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan.

Pada tahap kedua (The Requester Stage), anak mulai dapat berinteraksi walaupun dengan singkat. Anak menggunakan suara atau mengulang beberapa kata untuk menenangkan diri atau memfokuskan diri. Anak meraih yang dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak kadang-kadang mengerti perintah keluarga dan tahap-tahap kegiatan rutin di keluarga.

Pada tahap ketiga (The Early Communicator Stage) anak dapat berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang sama, suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau merespon dengan mengulang apa yang anda katakan (echolalia).

Pada tahap yang paling tinggi yaitu The Partner Stage, anak dapat berinteraksi lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak lain. Anak juga sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam berkomunikasi untuk meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan kata-kata atau metode lain untuk berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan datang, menyatakan keinginannya dan meminta sesuatu. Anak pada tahap ini sudah lebih banyak mengerti perbendaharaan kata-kata. Tetapi pada tahap ini, anak masih punya kesulitan dalam berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam permainan imajiner yang mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak pada tahap akhir ini juga masih mengalami kesulitan dalam mengikuti percakapan

Sesungguhnya Sejak Awal "Mereka" Telah Sukses

INSPIRASI

Sumber : Wartaislam.com, ditulis ulang Agus Ruyadi

Sindroma down (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak, yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Dan tidak sedikit pada bayi yang baru lahir, apabila disertai dengan kelainan yang berakibat fatal (berupa congenital heart disease) bayi tersebut dapat meninggal dengan cepat. Bagi mereka yang bertahan, terhindar, serta dapat melewati hal tersebut, “sungguh sejak awal mereka telah sukses”.

Setelah mendapatkan kesuksessan tersebut, mereka akan di anugrahkan lagi dengan kesuksesan-kesuksesan selanjutnya, diantaranya kesuksesan meraih penerimaan, keiklasan, dan keridhoan atas kehadiran mereka, dari kedua orang tuanya.

Hal inilah yang di alami oleh Bagus, ketika orang tuanya mengetahui bahwa Bagus di vonis down syndrome, mereka pun awalnya tidak percaya, hati mereka bagaikan tersambar petir. Mereka kecewa, sedih, dan beranggapan betapa malunya memiliki anak down syndrome, sampai akhirnya Tuhan memberikan jawaban yang merubah persepsi malu menjadi sebuah persepsi anugrah.

Ibunda Bagus (Anne) bercerita:
Bersama suami, saya selalu mencari informasi, adakah dokter atau rumah sakit yang bisa menyembuhkan down syndrome. Kami tak berpikir lagi berapa pun biayanya. Harapan kami adalah kepulihan bagi Bagus agar ia bisa tumbuh seperti anak normal yang lainnya. Akhirnya ada seorang sahabat yang menyarankan kepada kami untuk pergi ke Amerika Serikat, sebab menurutnya di sana terdapat sebuah klinik terkenal yang khusus menangani anak down syndrome.

Bertiga kami berangkat ke sana dengan harapan semoga Bagus mendapatkan kesembuhan. Dan saya sedikit berbesar hati saat berada di klinik tersebut, karena di sana banyak sekali terdapat anak-anak seperti Bagus. Saat saya berada disana saya merasa ’at home’ dan tidak lagi merasa malu punya anak seperti bagus. Maka terbitlah harapan di hati saya dan suami atas kesembuhan Bagus.

Saat kami masuk ke dalam lift, kami mendapati sepasang suami-istri tengah membawa tiga orang anak mereka. Deggg... betapa kaget saya melihat pemandangan itu. Masing-masing suami istri itu tengah menggendong anak mereka. Seorang anak digendong oleh si suami, seorang anak lagi di gendong oleh sang istri, ditambah satu anak lagi yang berada di sebuah kereta dorong.

Hal yang membuat saya dan suami terkagum sekaligus takjub ádalah bahwa ketiga anak mereka ternyata down syndrome seperti Bagus. Kami pun berkenalan dalam waktu yang amat singkat di dalam lift itu. Saya mengutarakan kekaguman saya sambil berkelakar, ”Bagai mana kalian bisa mengurus tiga orang anak down syndrome secara bersamaan, sedang saya mengurus seorang anak saja menurut saya sudah terlalu menyusahkan.”

Saya semakin takjub mendengar jawaban mereka. Mereka mengatakan, ”Special kids are given to the special parents!” Anak-anak spesial hanya diberikan Tuhan kepada orang tua yang luar biasa…

Maha Suci Tuhan… kalimat itu begitu pendek namun amat menyentuh palung hati yang terdalam. Saya rekam baik-baik kalimat indah itu dalam benak saya. Saya pun meminta suami menyerahkan Bagus kepelukan saya saat kami keluar dari lift. Saya merasa bangga sekali saat menggendong dan memeluk anak saya Bagus yang down syndrome itu. Saat menunggu panggilan ke ruang dokter, saya duduk diruang tunggu. Saya tatapi wajah anak saya dengan seksama. Dengan penuh cinta saya mengajaknya bercanda. Saya katakan kepada Bagus, ”Mama sayang kamu, nak...! Mama amat bangga punya anak seperti kamu...! Kamu anugrah dari Tuhan yang spesial buat mama dan papa...!”

Tak terasa diruang tunggu itu, air mata saya mengembang di ujung mata. Dan seolah memahami dengan apa yang saya ucapkan, Bagus kemudian menjulurkan tangannya dan menyentuh wajah saya. Seolah ia berkata kepada saya, ”Bagus juga sayang Mama...!”
Sesungguhnya sejak awal mereka telah sukses.

Brain Map To Uncover your brain's true potential

Apakah otak Anda sehat?
Apakah otak Anda bekerja dengan maksimal?
Seberapa efisienkah otak kita telah digunakan?

Apa itu Q-EEG Brain Map...
Q-EEG Brain Map merupakan suatu bentuk assesment untuk melihat struktur gelombang otak dan mengetahui seberapa efisien otak telah digunakan dengan menggunakan EEG (elektroencephalogram). sama seperti mengecek mesin mobil untuk melihat efektivitas kerja mobil untuk mengukur fungsi jantung dengan EKG (echocardiogram) maka otak kita dapat dilihat dengan EEG. Q-EEG Brain Map mampu menjelaskan penyebab berbagai masalah seperti gangguan atensi/ konsentrasi, gangguan tidur, masalah emosi, dan lain sebagainya.

Siapa yang dapat menggunakan Q-EEG Brain Map?
  • Individu dari berbagai range usia yang ingin memaksimalkan potensi & kinerja otaknya
  • HRD yang membutuhkan alat bantu untuk melihat kondisi mental calon karyawan
  • Anak - anak /dewasa yang ingin mengetahui efisiensi kerja otak dan melihat area spesifik dalam otak yang masih bisa di maksimalkan

Q-EEG Brain Map untuk anak - anak berkebutuhan khusus
Q-EEG Brain Map juga digunakan untuk melihat bagaimana konerja otak anak - anak berkebutuhan khusus seperti autisme, asperger, ADD/ADHD, serta gangguan keterlambatan perkembangan lainnya sehungga menolong profesiaonal / terapis untuk melihat area mana yang masih bisa / perlu dimaksimalkan. Q-EEG Brain Map akan menolong anda melihat akar dari masalah - masalah emosi, perilaku, atensi/konsentrasi, komunikasi yang seringkali menjadi ciri / masalah utama dari anak - anak berkebutuhan khusus.

INFORMASI :
Brain Optimax Peak Performance Centre
Sports Mall
Jl. Raya Kelapa Nias HF-3
Ground Floor c.29-31
Kelapa Gading - Jakarta Utara 14240
Hub : (021) 4585 0754 / (021) 9474 7614
email : info@brainoptimax.com

Membina Anak Berkebutuhan Khusus Sejak Dini

Memiliki anak yang berkebutuhan khusus bukan berarti dunia ini telah berhenti berputar dan bukan pula akhir dari segalanya. Mungkin kita pernah mendengar lagunya The Hollies yang berjudul, “He’s ain’t heavy, his my brother”. Mestinya judul lagu ini menjadi inspirasi bagi para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, jangan pernah lelah dan bosan untuk membimbing, membina, dan mengayomi anak berkebutuhan khusus. “He’s (she’s) ain’t heavy, his (her) my son (daughter)”. Ia tidak berat (membebani kami), karena ia anakku.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) bukan berarti tidak bisa hidup mandiri, bukan berarti ia akan terus bergantung dan menjadi beban orang tuanya. Pada dasarnya anak special needs dapat mampu mengurus dirinya sendiri, jika ia terus dilatih dan dibina. Tentunya agar ABK bisa mencapai kemandirian perlu pembinaan dalam mengurus diri, menolong diri, dan merawat dirinya sendiri. Misalnya saja pembelajaran yang bisa dilatihkan pada ABK meliputi kegiatan rutin harian seperti mandi, makan, menggosok gigi, dan ke kamar kecil, serta berpakaian. Spektrum bina diri bagi ABK memiliki ruang lingkup yang cukup luas, artinya setiap ABK membutuhkan Activity of Daily Living (ADL) atau aktivitas kegiatan harian atau dikenal dengan istilah bina diri yang berbeda-beda. Tentunya yang membedakan penanganan pembinaan mereka akan berkaitan dengan hambatan yang dimiliki anak yang menyebabkan keragaman cara, alat, atau metode pelatihan.
Program bina diri ini berdasar pada pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan anak yang integrative dan holistic. Juga lingkungan yang kondusif. Lingkungan harus diciptakan sedemikian menarik, menyenangkan dan nyaman dengan memperlihatkan keamanan dan kenyamanan anak dalam belajar. Mengembangkan keterampilan hidup. Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Media dan sumber belajar dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan.
Pembelajaran pembinaan bisa dilakukan pada waktu luang: rekreasi, bermain dan kebiasaan beristirahat atau keterampilan di rumah, menyediakan kebutuhan sendiri dan orang lain.
Misalnya saja dalam perkiraan kemampuan Bina Diri untuk usia mental 3 tahun, misalnya. Makan-minum, mengambil alat makan-minum sendiri, menuang air dari teko ke gelas, mencuci tangan tanpa dibantu, memakai baju, orientasi ruangan (naik/turun) tangga,membuka bermacam-macamkunci; menunjuk gambar benda yang disebutkan, mengeri kata larangan, menyebutkan namanya, mencoret-coret. Adaptasi lingkungan: mengenal orang-orangyang dekat dengannya.


Bina diri atau Activity of Daily Living ini tiada lain untuk memberikan pelatihan ketika nanti si anak sudah beranjak dewasa dan harus bisa hidup mandiri. Banyak tokoh-tokoh besar dunia juga mengalami sebagai anak berkebutuhan khusus seperti Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, dan lain-lain. Selanjutnya dalam Rubrik Bina Diri ini, kami akan membahas berbagai pelatihan Bina Diri yang diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus di jenjang usia Balita, Remaja, hingga Dewasa. Rubrik ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi orang tua, pendidik maupun pengambil kebijakan dalam melatih atau mengambil keputusan dalam menyiapkan anak-anak spesial ini hidup mandiri di usia dewasanya. Kami berharap orang tua, pendidik atau para ahli yang memiliki pengalaman empirik dalam melaksanakan Bina Diri bagi anak-anak spesial ini dapat sharing/berbagi pengalaman/kiatnya. (dari berbagai sumber)

Rabu, 20 Oktober 2010

Brain Map dapat mengubah hidup anak Anda...

Jika anak anda didiagnosa dengan gangguan keterlambatan perkembangan dan diberi label seperti ADD/ADHD, sindrom asperger, dan lain sebagainya, maka, merupakan pilihan yang tepat untuk melihat struktur gelombang otak anak Anda sebagai salah satu alat pemeriksaan dengan menggunakan brain mapping.
Apa itu Brain Map?

Brain mapping atau yang biasa dikenal sebagai Quantitative Electroencephalography (Q-EEG) merupakan sebuah proses untuk mengukur pola elektrik pada cerebral cortex dengan meletakan sensor pada beberapa area di kulit kepala. Informasi yang didapat dari brain map akan membantu praktisi kesehatan untuk melihat apakah ada kelainan pada fungsi otak yang berhubungan dengan gejala-gejala keterlambatan perkembangan sehingga memudahkan clinician / terapis untuk mengatasi kelainan tersebut. Dr. Paul Swingle, seorang profesor dari Universitas Kedokteran Harvard bagian psikiatri, menyatakan bahwa brain map adalah proses dimana “otak mendiagnosa masalahnya sendiri”

Prosedur
Adapun prosedur brain map adalah dengan meletakkan sensor pada kulit kepala untuk mengukur EEG. Krim dimasukkan ke dalam sensor agar bisa mendeteksi gelombang otak dengan baik. Prosedur ini tidak menyakitkan dan tidak berbahaya. Tidak ada sesuatu apapun yang dimasukkan ke dalam otak. EEG akan merekam aktivitas elektrik di dalam otak. Tes ini akan meliputi (a) mata tertutup; (b) mata terbuka; (c) membaca / mengerjakan matematika / kemampuan akademis lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan anak. Analisa statistik akan membandingkan data yang didapat dengan data normative. Data yang didapat kemudian akan dievaluasi dan dibandingkan dengan data normative.

Bagaimana Brain Map Mengidentifikasi
Gangguan Perkembangan Sangatlah penting untuk mengerti bahwa otak berkomunikasi dan mengatur seluruh anggota tubuh dengan cara mengatur sel-sel syaraf sehingga dapat mempengaruhi emosi, kognitif, dan perilaku seseorang. Dengan mengerti bagaimana aktivitas gelombang otak bekerja secara normal, maka brain map akan memperlihatkan kelainan yang terjadi pada gelombang otak sehingga menyebabkan fungsi otak menjadi kurang efisien. Ketidakefisienan fungsi otak akan berhubungan dengan gejala-gejala. Dengan mengartikan kelainan yang terjadi, seorang terapis / clinician dapat mengidentifikasi masalah-masalah perilaku yang terjadi pada anak Anda.

Bukti Ilmiah
Diagnosa dengan menggunakan Quantitative Brain Map bukanlah hal baru dan nyatanya memiliki penelitian-penelitian yang kuat lebih dari 10 tahun. Anggota Adhoc American Medical EEG Association (AMEEGA) menyatakan bahwa “QEEG sangat penting digunakan saat ini dan akan berguna bagi masa depan” Kenyataaanya, penggunaan QEEG banyak digunakan untuk melihat gejala ADHD, kesulitan belajar, epilepsi, dan berbagai gangguan perkembangan lainnya.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences (1999), John R. Hughes, M.D., Ph.D. and E. Roy John, Ph.D. menemukan bahwa gelombang otak lambat merupakan faktor penyebab adanya masalah kognitif pada seseorang. Sebagai tambahan, Michael Thompson, M.D. and Linda Thompson, Ph.D., dua orang terpenting dalam dunia yang berkecimpung dalam penanganan ADD/ ADHD/ masalah belajar menyatakan bahwa pola gelombang otak tertentu di area otak depan berkaitan dengan ADD. Penemuan ini dikuatkan dengan seorang psikolog klinis, Kirtley Thornton, yang menemukan bahwa pola gelombang otak tertentu berkaitan dengan masalah belajar (learning disabilities). Paul Swingle menambahkan bukti bahwa kelebihan aktivitas gelombang otak pada area otak depan akan ditemukan dengan anak-anak autis.

Menegakkan diagnosa dengan Brain Map
Mengandalkan hanya pada pengukuran perilaku atau diagnosis sebagai dasar untuk pengobatan tanpa ada validasi diagnosa perilaku terhadap pola gelombang otak untuk menentukan apakah ada kesesuaian dapat membuat salah diagnose sehingga dapat terjadi kesalahan dalam menentukan pengobatan sehingga tidak sesuai atau bahkan merugikan kesehatan dan kesejahteraan anak.

Sebagai contoh, seorang pemain baskest NBA, Chris Kaman dari Los Angeles Clippers. Kaman didiagnosa ADD saat ia masih kecil dan diberikan ritalin, bentuk amfetamin yang diketahui memiliki efek jangka panjang, sejak usia 3 tahun. Dan saat ia menggunakan brain map ketika usianya 23 tahun, ditemukan bahwa Chris tidak memiliki terlalu banyak gelombang otak lambat yang mencirikan ADD melainkan gelombang otaknya bekerja terlalu cepat dimana hal ini merupakan kebalikan dari apa yang anak ADD miliki pada gelombang otaknya.

Dengan adanya bukti bahwa brain map merupakan alat diagnostik yang dapat dipercaya, pertanyaannya adalah mengapa kebanyakan praktisi kesehatan tidak menggunakan brain map sebagai alat pemeriksaaan? Kenyataannya adalah bahwa kebanyakan psikolog dan praktisi kesehatan belum mendapatkan informasi mengenai aplikasi dari QEEG dan belum sadar dengan adanya penelitian ataupun literatur klinis yang telah ada sejak tahun 1970.

Brain Map sebagai panduan treatment
Selain terbukti bahwa brain map dapat secara akurat mengidentifikasi adanya kelainan dan letak kelainan tersebut,berdasarkan penelitian QEEG dari Jay Gunkelman (Biofeedback, 2006) menyatakan bahwa QEEG dapat digunakan untuk membuat langkah intervensi / perbaikan. Langkah intervensi yang dibuat berdasarkan brain map dapat meningkatkan efektivitas treatment daripada hanya bergantung pada diagnosis behavioral.
Langkah Intervensi Hasil Q-EEG 
Adapun intervensi dari Quantitative brain map disebut dengan EEG Biofeedback atau lebih dikenal dengan kata “Neurotherapy”. Melalui neurotherapy, kelainan gelombang otak yang menyebabkan adanya simptom perilaku yang abnormal dapat dikoreksi sehingga otak dapat memiliki pola kerja yang seharusnya.

Neurotherapy tidak menyakitkan, tidak menggunakan obat dan menolong untuk mengoreksi ketidakefektifan otak serta mengurangi intensitas gejala dengan mengajarkan otak bagaimana seharusnya ia dapat mengatur pola kerja yang benar sehingga otak mampu bekerja secara optimal. Jika anak Anda diduga memiliki gangguan keterlambatan perkembangan, brain map map dapat menjadi cara untuk mengubah hidupnya. 

Kerja Keras, Terus Berlatih

Oleh: Dedi Ekadibrata,
Penggagas Majalah & Koran Anak Spesial



Sahabat spesial, pernahkah anda perhatikan perilaku anak-anak, mulai dari bayi sampai remaja, saat mereka menghadapi kesulitan atau hal-hal baru dalam hidupnya? tanpa rasa takut gagal, mereka mencari jalan keluarnya. Seringkali, dalam kehidupan nyata, kita yang dewasa ini memperlakukan mereka dengan berbeda. Mengelompokkan mereka menjadi anak ber IQ tinggi dan rendah, anak bermasalah dengan anak tidak bermasalah. Disadari atau tidak perlakuan ini menempatkan mereka pada vonis bahwa kebodohan dan kenakalan itu, menjadi sebuah suratan nasib yang tidak bisa dirubah. 
Alfred Binet, orang Perancis, pencipta tes IQ, dalam buku terpentingnya, Modern Ideas About Children menuliskan : “Dengan cara praktik, pelatihan, dan yang terpenting, metode yang tepat, kita dapat meningkatkan perhatian kita, memori kita, penilaian kita, dan tentu saja menjadi lebih cerdas daripada sebelumnya; orang yang pada awalnya paling cerdas, tidak selalu menjadi cerdas pada akhirnya”.
Pendapat Binet ini didukung oleh Gilbert Gottlieb, seorang ilmuwan ahli saraf terkemuka, yang mengatakan : “bahwa gen dan lingkungan tidak sekadar bekerja sama seiring dengan perkembangan kita, tetapi gen juga membutuhkan masukan dari lingkungan untuk dapat bekerja secara tepat”.

Kerja keras dan kesabaran orang tua dibantu para ahli, telah banyak menghasilkan orang-orang hebat. Sebut saja Einsten yang pernah tidak naik kelas, Thomas Alva Edison anak yang berkesulitan belajar, Temple Grandin, anak perempuan Autis yang jadi Doktor. Pablo Pineda, aktor Spanyol penyandang Down Syndrome. Kalau di dalam negeri kita mengenal Dr. Hari Dharsono, perancang mode dan pakar psikologi. Kharisma Rizki Pradana, si anak Autis pemegang rekor Muri yang hapal 600 lagu, Stepanie, anak DS yang berprestasi sekolah di SMK, dan masih banyak anak-anak berprestasi lainnya.

Jadi, hanya soal waktu kita dapat melihat putra putri kita tumbuh berkembang dengan optimal, kata kuncinya jangan menyerah...jangan menyerah, terus berlatih dan bekerja keras. Berpikir ulang untuk mengambil jalan pintas. Hilangkan rasa kasihan pada diri kita. Ayo, terus semangat , lihat mereka terus tumbuh. Kita pasti mampu.

Pendidikan Seksual Anak Berkebutuhan Khusus

Teks: Endang WidoriniM
Perkembangan seksual pada usia remaja tidak hanya terjadi pada anak normal, tapi juga dialami oleh anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dengan adanya kematangan primer dan sekunder, maka hormon-hormon seksual sudah mulai berfungsi, sehingga sudah ada dorongan seksual pada anak tersebut. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Sorensen, remaja normal cenderung melakukan masturbasi, yaitu sekitar 50% pada anak perempuan, sedang laki-laki dilaporkan sebagian besar dari mereka melakukannya. Sedang pada anak autis atau anak yang mengalami keterlambatan mental, sekitar 63% mereka melakukan masturbasi dan 10% dari mereka mengalami dengan frekuensi tinggi, atau melakukannya setiap saat. Ini menunjukkan bahwa anak autis mau pun anak normal sama-sama memiliki dorongan seksual. Hanya saja anak autis lebih banyak kurang bisa mengekspresikannya dengan tepat.

Mengajarkan seksualitas pada anak berkebutuhan khusus tentu bukan hal yang mudah karena mereka kurang memiliki fleksibilitas dalam berpikir juga dalam pemahamannya sangat terbatas. Menurut John Mortlock, kita bisa memberikan pendidikan seksual pada ABK dengan beberapa latihan :

1. Perilaku yang diperbolehkan

Kita melatih anak secara proaktif mengenai model-model tingkah laku yang berupa kontak fisik yang bisa diterima oleh lingkungan sekitar (sebagai tindakan orang dewasa). Di sini anak diharapkan tahu mengenai perilaku (berupa kontak fisik) yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Untuk itu kita perlu memodifikasi perilaku kita terhadap dirinya. Sejak anak mulai beranjak pubertas atau remaja, tidak ada alasan untuk memberikan pujian yang berlebihan sebagai “good boy” mau pun “nice girl” sambil mungkin diberi tepuk tangan atau tos tangan. Pujian tetap diberikan tetapi dengan cara yang lebih tepat, sesuai keadaan anak yang sudah beranjak dewasa. Terlebih yang harus diperhatikan adalah pemberian pelukan, ciuman atau usapan/elusan lebih berhati-hati. Dan ia perlu mengetahui dengan siapa boleh memeluk orang dewasa.

2. Pengelompokan sesuai dengan jenis kelamin
Mengajarkan pada anak untuk betul-betul menyadari bahwa ia masuk pada satu jenis kelamin tertentu, dan kita perlu melatihnya agar ia tahu benar aktivitas yang merupakan respon yang tepat dalam situasi sosial orang dewasa. Hal yang menjadi dasar adalah pemahaman identifikasi tentang jenis kelamin dirinya sendiri dan orang lain. Walau pun untuk anak-anak autis hal ini bukan hal mudah, misalnya laki-laki memakai celana dan wanita memakai rok, tetapi anak akan bingung bila wanita memakai celana panjang atau laki-laki berambut panjang.


3. Etika sosial
Mereka diajarkan untuk mengerti dan mampu bertindak sesuai dengan etika atau sopan santun. Misalnya: mereka mesti mengerti bahwa lari-lari tanpa baju dari kamar mandi ke kamar ganti tidak lagi pantas dilakukan. Bila ia seorang wanita maka ia harus menyadari bahwa payudaranya sudah tumbuh jadi harus ditutup. Ajarkan agar ia bisa memilih toilet yang sesuai dengannya, ia harus tahu bagian tubuh yang mana yang biasa disentuh, baik tubuhnya sendiri mau pun orang lain.


MASTURBASI
Masturbasi menjadi hal yang umum saat anak beranjak remaja, begitupun pada anak berkebutuhan khusus. Namun, pada ABK seringkali mempunyai beberapa masalah, antara lain:

a. melakukan masturbasi dengan tidak tepat.
Beberapa anak melakukan masturbasi dengan cara kurang tepat dan ada kemungkinan membahayakan kesehatannya, misalnya dengan memasukkan benda-benda yang bisa menimbulkan iritasi. Karena itu, mereka juga harus diajarkan masturbasi yang benar termasuk cara-cara membersihkannya.

b. masturbasi berlebihan (excessive masturbation)
Melakukan masturbasi dengan berlebihan, baik secara kuantitas mau pun tempatnya. Untuk itu kita harus mengajarkan dua hal, yaitu tentang tempat dan waktu. Secara intensi kita mengajarkan dimana dia boleh melakukannya (misalnya ia hanya boleh melakukan di kamar mandi dan atau di kamar tidur). Setelah itu ia mampu, maka biasanya ia akan menjadi lebih sering, tetapi dengan proses yang cukup lama, kita bisa mengurangi frekuensinya dengan memberinya banyak aktivitas yang disukai dan memperpendek waktu berada di kamar tidur.

Hindarkan sikap kecemasan kita yang berlebihan bila melihat anak atau siswa didik kita sedang melakukan masturbasi, apalagi bila kita kemudian melarang dengan memarahinya. Ini akan mengakibatkan ia menjadi ketakutan. Memberi pengertian dan pendidikan bagi anak autis atau anak berkebutuhan khusus bukan hal yang mudah tetapi diperlukan tindakan yang proaktif, sabar dan simpatik. Dengan pelatihan yang cukup tepat maka anak-anak ini akan melalui masa pubertasnya dengan bahagia


Menjadi Jenius Cara Instan ?


Tidak hanya kopi dan mie saja yang instan tapi otak anak menjadi jeniuspun kini dilakukan secara instan. Caranya tinggal aktivasi otak tengah. jika midbrain telah diaktifkan, daya ingat anak - anak dapat meningkat, daya konsentrasi membaik, kreatifitas bertambah, gerakan kinetic juga menjadi lebih baik, hormon menjadi seimbang, emosi menjadi stabil, demikian menurut pengakuan GMC, Genius Mind Consultancy, dalam websitenya. menurut penjelasan para ahli, lanjutnya, setelah midbrain diaktifkan maka ia akan mengeluarkan gelombang otak untuk meresakan dan bereaksi terhadap benda-benda di luar. Anak bisa membaca, menebak warna, mewarnai gambar, meskipun mata mereka ditutup (blind fold).

Masih menurut GMC, dalam waktu singkat, dua hari saja aktivasi otak tengah anak bisa dilakukan. Setelah itu mereka bisa ditest dengan membaca secara blind fold. Menurut GMC, memang sangat instant membentuk otak anak menjadi jenius. Setelah otak tengah diaktivasi, maka kemampuan anak akan meningkat. Meningkatkan konsentrasi, daya ingat, kreativitas, daya paham, talenta, menyeimbangkan hormon, membentuk karakter positif, menstabilkan emosi, beraktifitas dengan mata tertutup (blind fold).

Bagaimana hal itu terjadi? Lanjut GMC, setelah midbrain diaktifkan, maka fungsi dari otak kanan dan otak kiri dapat berjalan secara seimbang. Otak kiri tidak lagi menekan otak kanan. Menurut pendapat GMC, bahwa otak tengah merupakan penghubung antara otak kanan dan otak kiri. Cara aktivasi otak tengah, anak diajak bermain-main, bersenang-senang Rex Jung dari Universitas New Mexico, Amerika Serikat, para pakar ilmu syaraf ini menemukan bahwa kecerdasan tidak terpusat pada satu bagian tertentu otak, melainkan hasil interaksi antarbagian dari otak. Begitu pula menurut Dr. Sarlito Wirawan, Guru Besar Fakultas Psikologi UI, bahwa otak tengah tidak mengurusi intelegensi, emosi, apalagi aspek-aspek kepribadian lain seperti sikap, motivasi, dan minat.

Tingginya kecerdasaan seseorang, lanjutnya, karena makin bagusnya kinerja antarbagian otak, biasa disebut dengan teori parieto-frontal integration. Namun, pusat emosi terletak pada bagian otak yang bernama amygdale yang tidak ada hubungannya dengan midbrain.Sementara itu, menurut Dwi Estiningsih, seorang psikolog dalam tulisannya, bahwa otak tengah bukan penghubung antara otak kiri dan kanan. Yang menjadi penghubung antara otak kiri dan kanan adalah corpus callosum.


Senada dengan Haier dan Jung pakar ilmu syaraf dari AS, Dwi menjelaskan berdasarkan penerlitian internasional bahwa otak tengah memunyai peranan dalam penyusunan memori yang baru bersama dengan organ hipokampus yang dirangsang oleh kadar dopamine otak. Artinya, pembelajaran tidak hanya melibatkan otak tertentu saja (otak tengah), tapi melibatkan hampir sebagian besar otak.

Baik Dr. Sarlito Wirawan maupun Dwi Estiningsih sependapat mempertanyakan dimana hubungan antara menggambar, membaca sambil mata tertutup (blind fold) dengan kejeniusan seseorang? Bagaimana membuktikannya, mengaktifasi otak tengah akan memicu gelombang alfa otak. Tanpa aktifasi pun gelombang ini akan muncul, jelas Estiningsih.

Jadi, apakah Einstein, Colombus, Thomas Edison, Bill Gates, Habibie, melakukan aktifasi otak tengah ketika masih anak-anak sehingga mereka menjadi orang-orang jenius?
sehingga santai, masuk ke gelombang alfa, kemudian mendengarkan gelombang suara mulai suara ombak sampai suara helikopter, sekitar 85 desibel, selama empat menit. Untuk stimulasi otak tengah, setelah aktif, diperlukan sebulan bimbingan orang tua di rumah, 15 menit setiap hari, untuk membuat otak tengah stabil dan terasah.

Namun, fungsi otak tengah menurut GMC berbeda dengan menurut ilmiah kedokteran. Misalnya saja menurut, pschycology.about.com, bahwa otak tengah adalah daerah terkecil dari otak yang bertindak sebagai semacam stasiun relay untuk informasi auditori dan visual. Dan midbrain ini bukan penghubung otak kiri dan kanan, melainkan penghubung otak bagian depan dan bagian belakang. Otak tengah mengendalikan berbagai fungsi penting seperti sistem visual dan pendengaran serta gerakan mata. Bagian dari otak tengah yang disebut nukleus merah dan nigra substantia terlibat dalam pengendalian gerakan tubuh.

Namun, sesederhana itukah untuk membuat anak menjadi jenius? Menurut Richard Haier dari Universitas California dan Irvineserta