Senin, 25 Oktober 2010

Kurikulum Yang Fleksibel Merespon Keberagaman

Setiap anak adalah berbeda. Tidak ada dua orang anak yang sama. Mereka dilahirkan dari orang tua yang berbeda, lingkungan yang berbeda, makan makanan yang berbeda, bermain dan berteman dengan orang yang berbeda, kesukaan dan minat yang berbeda, cara belajar yang berbeda, kemampuan kognitif yang berbeda dan masih banyak lagi keberbedaan yang tak mungkin disebutkan sini. Tetapi mengapa semua anak di sekolah harus mempelajari materi, menggunakan alat dan metode yang sama? Mengapa anak harus mengikuti kurikulum yang telah ditentukan materinya dan alokasi waktu yang ditentukan?

Kurikulum merupakan salah satu perangkat pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Secara praktis, kurikulum memberikan pedoman pada guru untuk mengajarkan materi tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Perangkat ini menyangkut isi (apa yang diajarkan dan dipelajari) dan bagaimana cara menyampaikannya.

Kurikulum di sistem pendidikan kita terkesan terpusat, kaku dan sedikit memberikan peluang bagi guru untuk berkreasi. Banyak guru mengaku kesulitan dalam melakukan adaptasi, mencipta metode pembelajaran dan pendekatan baru. “Susah, kalau mau mengembangkan materi dan metodenya, kami takut tidak dapat memenuhi target di sekolah. Apalagi kalau mau tes atau ujian. Guru harus mengejar materi agar selesai tepat waktunya” ungkap seorang rekan guru. Pengakuan tersebut menunjukkan betapa guru dibatasi kreatifitasnya. Implikasinya adalah munculnya kesan bahwa guru kurang menghargai perbedaan kemampuan anak didik dan potensinya. Dengan kata lain, guru berkewajiban untuk menghabiskan materi dan tepat waktu, alias dikejar target.

Kurikulum terkadang isinya jauh dari kenyataan yang dialami si anak, oleh karenanya kurang mengena dan memotivasi. Bagaimana mungkin anak belajar tentang mengirim pesan melalui telepon, sementara di desanya tidak ada jaringan telepon, bagaimana mungkin anak belajar tentang komputer, mengenal monitor, CPU, keyboard sementara di sekolah dan rumahnya tidak ada komputer, bagaimana mungkin anak diminta menghafal nama menteri, presiden, pasal-pasal dalam UUD 45, sementara nama-nama itu tiap saat bisa berubah.

Salah satu karakteristik pendidikan inklusif dan sekolah yang ramah adalah adanya kurikulum yang fleksibel (flesibility curricculum). Kurikulum yang fleksibel berarti kurikulum yang responsif terhadap eksistensi guru dan siswa. Kurikulum yang fleksibel memberikan ruang bagi guru untuk berkreasi mencipta pendekatan dan metode pembelajaran yang aksesibel. Guru juga lebih sensitif dan apresiatif terhadap berbagai perbedaan anak didiknya dalam pemahaman, perasaan, keterampilan sosial, sikap anak, minat dan potensinya. Dengan demikian guru dapat mencari solusi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Kurikulum seharusnya menjamin adanya akses bagi “semua”.

DR. Anupam Ahuja dari India (2005) mengingatkan beberapa strategi berkaitan dengan kurikulum dan praktek pembelajaran yakni menyediakan waktu fleksibel bagi siswa etiap anak adalah berbeda. untuk mempelajari berbagai mata pelajaran dan memberikan kebebasan kepada guru untuk memilih metode kerja mereka dan dukungan yang dibutuhkan, serta menekankan pada aspek pelatihan.

Ia juga memberikan panduan praktis dalam menciptakan kurikulum yang lebih responsif. Beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan seperti apakah kurikulum itu menyentuh nilai-nilai kemanusiaan, apakah kurikulum menyeimbangkan hak dan kewajiban, apakah kurikulum itu relevan dengan kehidupan anak dan masa depannya, apakah kurikulum mempertimbangkan jender, identitas dan latar belakang budaya dan bahasa, dan bagaimana hubungan kurikulum dengan sistem pendidikan nasional.

Bersamaan dengan penerapan kurikulum yang fleksibel, itulah maka sangat dibutuhkan pelatihan-pelatihan yang membantu guru meningkatkan keterampilan-keterampilan dalam mengadaptasi, memodifikasi dan mencipta pendekatan dan pembelajaran yang kratif. Dengan demikian guru sangat penting mengenal anak secara individual. Konsekuensi logisnya adalah mengubah praktek-prektek pelatihan yang teoritis menjadi pembangunan kapasitas praktis yang berkesinambungan dan menyeluruh. Kami mendamba kurikulum yang fleksibel!.

Catatan: tulisan ini pernah dipresentasikan di seminar dan workshop pendidikan inklusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar