Rabu, 20 Oktober 2010

Pendidikan Seksual Anak Berkebutuhan Khusus

Teks: Endang WidoriniM
Perkembangan seksual pada usia remaja tidak hanya terjadi pada anak normal, tapi juga dialami oleh anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dengan adanya kematangan primer dan sekunder, maka hormon-hormon seksual sudah mulai berfungsi, sehingga sudah ada dorongan seksual pada anak tersebut. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Sorensen, remaja normal cenderung melakukan masturbasi, yaitu sekitar 50% pada anak perempuan, sedang laki-laki dilaporkan sebagian besar dari mereka melakukannya. Sedang pada anak autis atau anak yang mengalami keterlambatan mental, sekitar 63% mereka melakukan masturbasi dan 10% dari mereka mengalami dengan frekuensi tinggi, atau melakukannya setiap saat. Ini menunjukkan bahwa anak autis mau pun anak normal sama-sama memiliki dorongan seksual. Hanya saja anak autis lebih banyak kurang bisa mengekspresikannya dengan tepat.

Mengajarkan seksualitas pada anak berkebutuhan khusus tentu bukan hal yang mudah karena mereka kurang memiliki fleksibilitas dalam berpikir juga dalam pemahamannya sangat terbatas. Menurut John Mortlock, kita bisa memberikan pendidikan seksual pada ABK dengan beberapa latihan :

1. Perilaku yang diperbolehkan

Kita melatih anak secara proaktif mengenai model-model tingkah laku yang berupa kontak fisik yang bisa diterima oleh lingkungan sekitar (sebagai tindakan orang dewasa). Di sini anak diharapkan tahu mengenai perilaku (berupa kontak fisik) yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Untuk itu kita perlu memodifikasi perilaku kita terhadap dirinya. Sejak anak mulai beranjak pubertas atau remaja, tidak ada alasan untuk memberikan pujian yang berlebihan sebagai “good boy” mau pun “nice girl” sambil mungkin diberi tepuk tangan atau tos tangan. Pujian tetap diberikan tetapi dengan cara yang lebih tepat, sesuai keadaan anak yang sudah beranjak dewasa. Terlebih yang harus diperhatikan adalah pemberian pelukan, ciuman atau usapan/elusan lebih berhati-hati. Dan ia perlu mengetahui dengan siapa boleh memeluk orang dewasa.

2. Pengelompokan sesuai dengan jenis kelamin
Mengajarkan pada anak untuk betul-betul menyadari bahwa ia masuk pada satu jenis kelamin tertentu, dan kita perlu melatihnya agar ia tahu benar aktivitas yang merupakan respon yang tepat dalam situasi sosial orang dewasa. Hal yang menjadi dasar adalah pemahaman identifikasi tentang jenis kelamin dirinya sendiri dan orang lain. Walau pun untuk anak-anak autis hal ini bukan hal mudah, misalnya laki-laki memakai celana dan wanita memakai rok, tetapi anak akan bingung bila wanita memakai celana panjang atau laki-laki berambut panjang.


3. Etika sosial
Mereka diajarkan untuk mengerti dan mampu bertindak sesuai dengan etika atau sopan santun. Misalnya: mereka mesti mengerti bahwa lari-lari tanpa baju dari kamar mandi ke kamar ganti tidak lagi pantas dilakukan. Bila ia seorang wanita maka ia harus menyadari bahwa payudaranya sudah tumbuh jadi harus ditutup. Ajarkan agar ia bisa memilih toilet yang sesuai dengannya, ia harus tahu bagian tubuh yang mana yang biasa disentuh, baik tubuhnya sendiri mau pun orang lain.


MASTURBASI
Masturbasi menjadi hal yang umum saat anak beranjak remaja, begitupun pada anak berkebutuhan khusus. Namun, pada ABK seringkali mempunyai beberapa masalah, antara lain:

a. melakukan masturbasi dengan tidak tepat.
Beberapa anak melakukan masturbasi dengan cara kurang tepat dan ada kemungkinan membahayakan kesehatannya, misalnya dengan memasukkan benda-benda yang bisa menimbulkan iritasi. Karena itu, mereka juga harus diajarkan masturbasi yang benar termasuk cara-cara membersihkannya.

b. masturbasi berlebihan (excessive masturbation)
Melakukan masturbasi dengan berlebihan, baik secara kuantitas mau pun tempatnya. Untuk itu kita harus mengajarkan dua hal, yaitu tentang tempat dan waktu. Secara intensi kita mengajarkan dimana dia boleh melakukannya (misalnya ia hanya boleh melakukan di kamar mandi dan atau di kamar tidur). Setelah itu ia mampu, maka biasanya ia akan menjadi lebih sering, tetapi dengan proses yang cukup lama, kita bisa mengurangi frekuensinya dengan memberinya banyak aktivitas yang disukai dan memperpendek waktu berada di kamar tidur.

Hindarkan sikap kecemasan kita yang berlebihan bila melihat anak atau siswa didik kita sedang melakukan masturbasi, apalagi bila kita kemudian melarang dengan memarahinya. Ini akan mengakibatkan ia menjadi ketakutan. Memberi pengertian dan pendidikan bagi anak autis atau anak berkebutuhan khusus bukan hal yang mudah tetapi diperlukan tindakan yang proaktif, sabar dan simpatik. Dengan pelatihan yang cukup tepat maka anak-anak ini akan melalui masa pubertasnya dengan bahagia


1 komentar:

  1. Terima Kasih Bu Endang, artikelnya sangat membantu

    BalasHapus